Namanya sebenarnya mudah diingat, Jan Koum. Imigran
asal Ukraina ini relatif jarang dikenal oleh orang awam. Padahal, hampir semua
manusia penghuni planet ini telah menikmati jasanya. Aplikasi WA-- yang
diciptakan oleh WhatsApp Inc di kota San Jose California yang didirikannya pada
24 Februari 2009 itu--kini memang telah menjelma jadi layanan pesan instan terbesar. Aplikasi
ini manjadi layanan messaging gratis yang paling digemari. Sebelumnya,
satu-satunya layanan messaging gratis lain yang tersedia adalah Black
Berry Messenger. Namun, aplikasi ini hanya bisa digunakan di ponsel BlackBerry.
Google G-Talk dan Skype juga ada, tetapi WA menawarkan
keunikan tersendiri. Mekanisme login dilakukan melalui nomor ponsel
pengguna. Kelebihan WA lain adalah karena penggunya ketika mengoperasikan
aplikasi ini sama sekali tidak diribeti oleh iklan di dalamnya. Hal ini tentu tidak lepas dari latar belakang
Koum yang berasal dari mantan negeri Uni Sovyet. Di negeri “tirai besi” ini
memang tidak pernah ada iklan. Dari sisi privacy WA juga relatif aman.
Ketika diciptakan oleh penciptanya sudah diantisipasi kemungkinan penyadapan
oleh NSA. Koum mengatakan, bahwa privasi pengguna WA sangat dijaga.
Terlepas dari adanya
kelebihan dan mungkin kekurangan yang dimiliki, kini WA sudah menjadi industri
yang sangat menjanjikan. Menurut salah satu sumber (Kompas.com) kini WA
telah memiliki jumlah pengguna
aktif perbulan mencapai 450 juta. Setiap
hari, sebanyak 18 miliar pesan dikirim melalui jaringannya. Semua itu ditangani
dengan jumlah karyawan hanya 50 orang. Kini WA-- yang telah dibeli Facebook dengan nilai 19
miliar dollar AS (sekitar Rp 223 miliar) itu--telah menjadikan Koum
memiliki kekayaan 45 persen saham WA
diperkirakan melonjak jadi 6,8 miliar dollar AS.
Kekuasaan
WA di jagad medsos sebagai yang kita kenal saat ini sebenarnya sangat kontras
dengan sejarah penemunya. Tahun 1992, Jan Koum yang masih berusia
16 tahun tiba di Mountain View, Amerika Serikat. Didampingi oleh ibunya,
Koum merupakan imigran yang memutuskan hijrah dari Kiev,
Ukraina, dengan mimpi meraih kehidupan yang lebih baik. Di AS, mereka mengalami
masa-masa sulit. Keluarga Koum tinggal di apartemen kecil dengan
dua kamar tidur hasil bantuan pemerintah. Mereka terpaksa bergantung pada
jaminan sosial dan mengantre kupon makanan karena tak punya uang. Koum pun
bekerja sebagai tukang sapu di sebuah toko untuk memenuhi kebutuhan hidup,
sementara ibunya mengambil profesi baru sebagai baby sitter. Ayah Koum tak ikut bermigrasi.
Pria yang bekerja di sektor konstruksi ini memilih untuk tetap tinggal di
Ukraina. Begitu terpisah, Koum mengaku tidak bisa sering-sering
menghubungi sang ayah karena mahalnya biaya telepon. Diapun sering berandai-andai
bagaimana bisa menghubungi ayahnya dengan berkirim pesan yang saat itu jauh berada di banua lain, Eropa.
Dinginnya
alam di daerah asal Koum memang berbanding 180 derajat dengan
kenyataan kehidupan masa kecilnya. Suasana kehidupan harus dijalani dengan
sangat keras dan panas. Bayangkan, dia harus sering keluar berlari menyeberangi
lapangan pada suhu minus 20 derajat celsius, sekedar untuk ke kamar kecil. Sesampainya di rumah, Koum kecil
juga terpaksa bergelap-gelap karena tidak ada sambungan listrik ataupun air
panas. Itulah yang membuat Koum remaja berhijrah ke negeri musuh
bebuyutan negerinya, Amerika. Sebuah negeri yang menjanjikan harapan manusia
dari berbagai belahan dunia karena sering menjanjikan kebebasan. Keuletan dan
ketangguhan mental yang ditempa oleh kondisi negeri asal membuatnya menjadi orang
yang tangguh dan tidak mudah menyerah secara fisik dan mental. Sekalipun di negeri
barunya prestasi studinya buruk, sebagaimana yang diakuinya sendiri, tetapi
tidak membuatnya menyerah walaupun harus droup out dari kuliah ilmu komputer
dan matematika. Koum sempat hidup sebatang kara setelah ibunya
meninggal pada tahun 2000 dan sang ayah yang telah lebih dulu meninggal pada
1997.
Terlepas dari duka cita masa lalu
dan suka cita keberhasilan Koum saat ini, banyak manusia,
termasuk kita, telah merasakan manfaat WA di berbagai bidang kehidupan pada
keseharian kita. Seseorang dapat
mengirim pesan dan menjalin komunikasi dengan keluarga dan handai tolan yang
jauh. Tidak hanya pesan teks tetapi juga gambar bahkan filem. Tidak hanya
saudara dan teman dalam negeri tetapi bahkan
lintas negara. Di dunia pendidikan berkat WA dapat mengurangi salah satu
pengeluaran, seperti seorang mahasiswa S-3 bisa konsultasi mengenai konsep
disertasinya kepada promotornya degan jarak jauh via WA. Dari sisi ekonomi WA
juga dapat dijadikan ajang promosi produk kepada teman. Konferensi jarak jauh
kini juga bukan peristiwa elit seperti dulu. Kita dapat melakukannya sekalipun
hanya sekedar ‘guyonan’ sambil minum kopi dengan beberapa teman.
Akan tetapi sadarkah kita, bahwa
akibat bermedsos ria ini berbagai dampai negatif juga mulai bermunculan. Bayak
sedikitnya, parah tidaknya dampak negatif itu bagi kita kadarnya memang bisa
berbeda-beda. Euforia bermedsos ria sering membuat kita sering tersandra
sehingga banyak kehilangan waktu berharga kita. Pelajar sering malas belajar
akibat kecanduan medsos. Kecelakaan di jalan raya relatif sering terjadi karena
pengendara harus membaca pesan-pesan masuk di HP saat berkendara. Diakui atau
tidak di antara kita juga sering tidur larut malam karena harus membaca dan
membalas pesan dari teman baik secara pribadi atau teman yang tergabung dalam
berbagai grup ( grup teman alumni, grup teman kantor, grup keluarga, dan
sejumlah grup-grup lain yang terhitung jumlahnya ).
Karena WA seseorang juga harus berurusan hukum. Bagaimana
narasinya? Seseorang berkirim pesan berbau ujaran kebencian atau SARA. Pesan
ini lalu dishare oleh pengguna WA
lain. Pesan ‘seksi’ yang semula dikirim
ke teman dekat itupun akhirnya menjadi viral karena sudah tersebar di jagad maya
via medsos. Karena bersinggungan dengan hukum, pesan itupun akhirnya oleh orang
yang tidak suka diadukan ke polisi. Perlu diingat, bahwa untuk menemukan siapa
pembuat pesan ‘haram’ itu polisi telah memiliki alat sangat canggih. Konon
kecanggihan alat yang dimiliki polri bidang cyber crime ini terbaik
se-Asia. Dengan alat ini polisi akan dengan mudah melacak, memukan dan kemudian
menangkap pelaku kejahatan seseorang di
dunia maya. Akhirnya, memang bisa sangat tragis. Karena WA seseorang bisa harus
beristirahat di hotel prodeo ( baca : penjara). Sebagai hakimpun penulis sempat
terperangah ketika ada seorang suami menunjukkan pesan WA istrinya yang sempat
dicurinya. Rupanya pesan itu tidak hanya berisi kata-kata mesra dengan
laki-laki lain idamannya. Akan tetapi, juga perjanjian kencan dengan pria
idaman lain tadi saat suami berangkat ke tempat kerja. Rumah tanggapun harus
kandas karena WA. Beberapa ilurtrasi tersebut hanyalah sekelumit contoh. Sejumlah
dampak negatif medsos, khususnya WA tentu tentu masih sangat banyak.
Akhirnya, kita patut bertanya, apakah dampak positif
(manfaat) dan dampak negatif (mafsadat ) WA bagi kita. Pertanyaan ini penting untuk kita ajukan dengan maksud agar kita tidak terlalu
larut dengan barbagai kemudahan yang diakibatkan oleh kemajuan teknologi tanpa
menyadari bagaimana seharusnya menyikapi kehadiran teknologi. Tujuannya, agar
teknologi itu kita kendalikan, bukan kita yang dikendalikan teknologi. Kita
tetap harus ingat jargon “man behind the gun”. Jargon ini mengandung
pesan, antara lain, bahwa apapun hasil kemajuan teknologi memang mendatangkan
manfaat bagi kehidupan manusia. Akan tetapi, jika jatuh ke orang yang salah
akan dapat mendatangkan keburukan. Tidak saja kepada orang lain, tetapi bahkan
juga kepada diri sendiri. Ketika pertama John Dalton (1766-1844) menemukan
atom mungkin belum terlintas jika kemudian pada abad ke-20 Robert Oppenheimer (AS) membuat bom
dahsyat bernama “atomic bomb” yang menyebabkan luluh lantaknya 2 kota di
Jepang, Nagasaki dan Hiroshima tahun 1945. Demikian juga nuklir. Di samping
sebagai sumber energi yang bermanfaat bagi kemanusian, seperti pembangkit
listrik ternyata belakangan dapat dijadikan senjata pemusnah masal. Jadi bagi
keseharian kita keberadaan WA itu sejatinya juga tergantung kita. Atau,
meminjam istilah Raja Dandut Rhoma Irama dalam salah satu lirik lagunya : “Semua
Terserah Kita”. Mau kita gunakan kebaikan atau keburukan?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar