Kewajiban Zakat dan Masalahnya
Oleh : Asmu’i Syarkowi
Sebagai bagian dari bangsa Indonesia kaum muslimin patut bersyukur, karena masih diberi kesempatan oleh Allah SWT menjumpai Ramadlan lagi. Sebagaimana telah diketahui, bahwa bulan ini oleh kaum muslimin diyakini sebagai bulan mulia. Kemuliaan tersebut tidak saja karena pada bulan ini kaum muslimin diwajibkan berpuasa selama sebulan penuh, tetapi lebih dari itu merupakan bulan tempat melakukan refleksi secara total sekaligus radikal. Refleksi dimaksud tidak lain berupa usaha mencapai pencerahan spiritual yang dampak positifnya tidak hanya bersifat individual tetapi juga berdampak sosial. Dalam bahasa agama dampak tersebut sering disebut dengan istilah takwa yang memang menjadi pesan sentral ibadah puasa.
Salah satu aspek yang perlu masuk dalam agenda refleksi tersebut adalah ajaran zakat. Mengapa?
Betapa sampai saat ini kita patut prihatin, bahwa angka kemiskinan di negeri kita masih cukup tinggi. Malah data statistik terakhir menunjukkan bahwa angka kemiskinan tersebut meningkat dibanding tahun sebelumnya. Tidak kurang Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ( SBY ) sendiri beberapa waktu lalu secara terbuka pernah mengajak semua pihak untuk ikut berperang melawan kemiskinan tersebut.
Kitapun mungkin juga bertanya, mangapa hal tersebut terjadi di saat kita kita bangga menjadi bangsa yang konon demokratis berkat reformasi yang digulirkan oleh para mahasiswa sejak beberapa tahun silam. Lebih memprihatinkan lagi adalah bahwa kemiskinan yang tinggi tersebut terjadi pada bangsa yang konon mempunyai penduduk Muslim dengan jumlah paling besar di dunia. Mau tidak mau hal ini membenarkan stigma ( cap ) bahwa Islam memang identik dengan kemiskinan.
Selanjutnya, dengan predikat seperti itu akibatnya tidak saja bedamapak kepada komunitas kaum muslimin, tetapi juga seluruh bangsa. Kita saksikan sejak bangsa kita mengalami krisis moneter kita mengalami pelecehan demi pelecehan oleh tangan-tangan perkasa dari luar. Kekuatan-kekuatan tersebut sebagiannnya ada yang hadir secara terus terang dan yang lain ada yang susah diidentifikasi. Negeri jiran kitapun ikut memanfaatkan titik lemah kita tersebut. Pemulangan TKI illegal secara massal dan terkesan brutal dan kasus Ambalat seolah ikut melengkapi penderitaan bangsa kita. Ironisnya, menghadapi pelecehan-pelecehan tersebut, bangsa yang pernah menjadi salah satu macan Asia di era Orde Baru ini, seolah tidak berdaya bahkan cenderung menjadi bulan-bulanan. Dan, semuanya ternyata disebabkan oleh satu kalimat kunci yaitu, karena kita miskin...!!!
Pada saat seperti itulah tampakanya kaum muslimin perlu mengingat kembali salah satu ajaran Islam yang sebenarnya kalau disadari dan dipraktekkan serta diurus dengan baik tidak mustahil dapat menghapus kemiskinan umat tersebut. Ajaran tersebut adalah ajaran zakat yang sangat kita kenal sejak kita duduk di bangku Taman Kanak dan sangat kita hafal sebagai salah satu rukun Islam.
Oleh karena sebagai salah satu rukun Islam maka dapat kita pastikan bahwa zakat merupakan ibadah yang sangat penting dalam Islam. Oleh karena itu juga tidak mengherankan karena pentingnya zakat Allah menyebut dalam Al Qur’an kata zakat ini tidak kurang dari 82 kali. Penyebutannyapun hampir selalu bersama-sama dengan kewajiban yang maha penting dalam Islam, salat. Yaitu, aqimushalat wa atuz zakat ( dirikanlah salat dan bayarlah zakat )
Pada zaman awal Islam ajaran zakat ini dapat terlaksana dengan baik karena zakat memang di urus oleh penguasa. Rasulullah SAW menugaskan para sahabat untuk mengambil zakat dari para wajib zakat.Praktek rasulullah tersebut memang melaksanakan perintah Allah dalam Al Qur’an. Allah berfirman : Khudz min amwalihim shadaqatan tuthahhruhum watuzakihim biha washalli alayhim inna shalataka sakanun lahum ( Artinya : Ambillah sebagian dari harta-harta orang kaya sebagai zakat yang karenanya dapat mensucikan dan membersihkan jiwa mereka. Doakanlah mereka karena doamu akan menenteramkan hati mereka).
Menurut ayat tersebut, zakat diambil bukan ditunggu. Yang mengambil adalah petugas dan petugas itulah yang disebut dalam Al Qur’an dengan istilah Amil Zakat.
Itulah sebabnya, ketika sepeninggal Rasulullah SAW kemudian banyak orang ingkar membayar zakat, demi keterlaksanaan syari’at zakat ini Abu Bakar pernah ‘memerangi’ orang yang enggan membayar zakat tersebut.
Pada negara-negara Islam modern memang jarang kita kenal seorang dihukum karena tidak membayar zakat. Akan tetapi, tetapi tetap disadari bahwa zakat merupakan salah satu alat untuk memberikan kesejahteraan pada rakyatnya yang kurang beruntung secara ekonomi di samping wakaf. Merekapun mempunyai kementrian yang khusus mengurus soal itu. Tentu tulisan ini tidak dimaksudkan untuk mengadopsi cara serupa, berupa membentuk kementerian zakat. Tetapi, dapat kita ambil pelajaran bahwa negara perlu sirius mengurus praktek ajaran Islam yang sangat kental dengan dimensi sosial ( hablun minan nas ) ini.
Sebagaimana juga kita saksikan di Indonesia keterlaksanaan syari’at zakat masih-masih mengandalkan kesadaran pribadi. Oleh karena itu di Indonesiapun juga belum pernah ada berita orang dihukum karena tidak membayar zakat. Pada hal, menurut sejarah keterlaksanaan zakat tidak cukup menunggu kesadaran wajib zakat tetapi juga perlu adanya daya paksa dari penguasa sebagaimana dicontohkan oleh Khalifah Abu Bakar.
Kita memang sedikit lega bahwa di negara Pancasila ini masih ada kepedulian terhadap ajaran zakat ini dari negara. Bentuk kepedulian itu antara lain ialah dengan diundangkannaya UU Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat beserta seperangkat aturan pelaksanaannya. Undang-undang ini memang tidak memberikan ancaman hukuman bagi yang tidak membayar zakat sehingga juga belum dapat diharapkan untuk memaksimalkan peleksaanaan zakat. Akan tetapi, setidaknya masyarakat menjadi tahu, bahwa zakat merupakan ajaran yang sangat penting sehingga perlu diurus negara. Bahkan, dalam praktek, sebenarnya negara juga menaruh perhatian terhadap eksistensi zakat ini, yaitu bahwa zakat yang telah dibayarkan dapat mengurangi kewajiban pajak yang harus di bayar. Untuk mencoba mengefektifkan pelaksanaan zakat, dalam UU Zakat juga telah dibentuk lembaga yang diberi kewenangan oleh negara untuk mengelola harta zakat tersebut. Lembaga itu adalah berupa Badan Amil Zakat, sebagaiamana telah dikenal dalam Islam. Dan untuk di Indonesia kini, secara nasional lembaga tersebut dibentuk secara resmi dengan SK Bupati/Wali Kota.
Lantas mengapa kewajiban zakat itu masih juga belum terlaksana dengan baik sehingga kemiskinan umat semakin hari justru meningkat.
Bisa jadi hal tetrsebut disebabkan oleh 3 faktor. Pertama, pelaksanaan zakat belum disertai daya paksa oleh negara. Atau, dengan kata lain secara hukum, zakat oleh nagara belum dimasukkan ke dalam wilayah hukum publik yang salah satu cirinya adalah adanya daya paksa dan sanksi.
Penyebab, kedua boleh jadi karena memang kesadaran kaum muslimin yang masih rendah. Akan tetapi, penulis cenderung mengatakan, bahwa hal tersebut bukan karena rendahnya kesadaran, tetapi lebih disebabkan karena kekurang tahuan saja. Yaitu, kekuarangtahuan bahwa, ada kewajiban zakat terhadap harta yang dimiliki. Kita masih yakin bahwa kaum muslimin sebenarnya memiliki kesadaran untuk mengeluarkan harta di jalan Allah. Sebagai contoh banyak kaum muslimin yang sangat antusias bila dimintai sumbangan untuk pembagunan masjid, banyak kaum muslimin yang mengeluarkan sebagaian hartanya untuk kepentingan sosial. Apakah itu zakat atau bukan, tampakanya bukan hal yang penting. Yang jelas, ada semacam kesadaran bahwa dalam hartanya ada sebagian hak yang harus diberikan kepada masjid atau orang lain.
Padahal, mestinya sebelum orang berfikir tentang sedekah, infak, mestinya berpikir dulu dengan kewajiban utamanya, yaitu zakat. Seperti halnya sebelum berfikir tentang salat sunat mestinya orang berfikir dulu bagaimana menjalankan salat wajib yang lima. Tetapi kerana kekuarangtahuan, jadilah kita mendahulukan yang anjuran dari yang kewajiban.
Sebagai contoh, tidak banyak yang tahu, bahwa toko-toko, kios-kios yang apabila telah setahun wajib mengeluarkan zakat. Banyak yang belum tahu, bahwa orang yang mempunyai simpanan kawanan kambing, kerbau, sapi yang telah mencapai jumlah tertentu ada sebabagaian yang harus diserahkan kepada kaum papa. Juga banyak yang belum tahu bahwa ketika ada undian berhadiah yang didapat juga harus dikeluarkan zakat. Juga banyak yang tidak tahu bahwa uang yang disimpan baik tabungan biasa atau deposito bila sudah sampai satu tahun dan sampai satu nisab juga wajib dikeluarkan zakat. Kebelumtahuan ummat Islam itu belum lagi soal bagaimana cara menghitung zakat.
Sebaliknya, banyak kaum muslimin yang punya anggapan bahwa yang wajib dizakati hanyalah emas dan perak serta hasil pertanian. Malah ada juga yang punya anggapan bahwa yang dimaksud zakat hanyalah zakat yag dikeluarkan setiap bulan ramadlan berupa beras 2,5 kilogram per-jiwa.
Penyebab ketiga kenapa syari’at zakat belum memberikan sumbangan dalam mengentaskan kemiskinan umat, adalah karena belum terpusatnya pengumpulan zakat. Banyak ummat Islam yang mengeluarkan zakat tidak melalui badan Amil, tetapi langsung memberikannya kepada fakir miskin yang dikenalnya. Alasannya sepele, yaitu karena kurang percayanya kepada Badan Amil tersebut. “Dari pada zakat saya serahkan kepada Amil dan tidak sampai kepada sasaran lebih baik langsung saja saya berikan kepada yang berhak”, begitu katanya. Tentu hal ini merupakan tantangan bagi amil bagaimana terus meningkatkan citranya untuk menjadi lembaga yang kredibel atau dipercaya oleh ummat, sehingga orang tidak ragu-ragu lagi menyerahkan zakatnya untuk dikelola.
Bio Data Penulis :
Nama : Drs.H.Asmu’i Syarkowi, M.H.
Tempat & Tgl Lahir : Banyuwangi, 15 Oktober 1962
Pendidikan : S-1 Fak.Syari’ah IAIN Yogyakarta 1988
S-2 Hukum UMI Makassar 2001
Jabatan : Mantan Ketua Pengadilan Agama Waingapu NTT sekarang Hakim Pengadilan Agama Jember
Alamat e-mail :asmui.15@gmail.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar