Rabu, 18 Maret 2009

dangdut

Ketika Rhoma Irama ‘Peduli’ Inul

Oleh : Asmu’i Syarkowi

Di saat kita menunggu sikap resmi para Pujangga Dangdut seputar aksi ngebor pendatang baru di blantika dangdut, Inul Daratista, akhirnya muncul juga sikap tersebut. Kali ini tidak tanggung-tanggung, komentar mengenai goyangan tersebut, muncul dari si Raja Dangdut sendiri, Rhoma Irama. Komentar Rhoma mengenai Inul pada pokoknya adalah bahwa goyang ngebor Inul dapat merusak moral bangsa, merusak citra dangdut, dan, yang lebih penting, dari sudut kaca mata agama, ‘ diharamkan’.

Akan tetapi, ‘fatwa’ sang tokoh dangdut tersebut, tampaknya, menjadi bumerang bagi dirinya. Segera setelah, boss Soneta Group tersebut, dengan didampingi para artis senior dangdut, mengeluarkan pernyataan sikap, banyak reaksi dari berbagai kalangan bermunculan. Tidak tanggung-tanggung. Reaksi tersebut muncul dari sejumlah nama beken, seperti bos Suara Mahardika Guruh Sukarno Putra, pembesar KOWANI Dewi Motik Pramono, Sang Paranormal bule Nyonya Lauren, dan Mantan Staf Ahli Menteri Agama Bidang Pembinaan Hubungan Organisasi Keagamaan Internasional jaman Presiden Gus Dur, Dr.Hj.Musdah Mulia. Nama yang terakhir ini, sebagaimana dikutip harian Pos Kupang (4/5/2003) secara mendasar malah mepertanyakan kapasitas Rhoma yang telah dengan berani ’mengharamkan’ goyangan Inul. Gus Dur sendiri, sebelum Rhoma Irama mengklarifikasi pernyataan dan sikap Gus Dur, tercatat juga pernah mengkritik sikap Rhoma.

Wal hasil, banyaknya reaksi yang kontra tersebut, tampaknya, membuat seniman yang sering dipanggil Bang Haji ini kian tersudut. ‘Serangannya’ terhadap Inul ibarat, senjata makan tuan. Lebih celaka lagi ialah ketika kepada pencipta lagu ‘Dangdut’ ini diterpakan ‘isu’ bahwa dia terlibat ‘skandal’ dengan dara manis bintang sinetron yang juga lawan mainnya pada sintron berjudul Ibnu Sabil yang sedang digarap.

Dengan tanpa, bermaksud sedikitpun, punya kepentingan membela Rhoma, apalagi menutupi kelemahannya dari sisi kemanusiaan, mestinya semua pihak akan dapat memahami sikap Rhoma, manakala dapat memahami posisi Rhoma ketika dia menaruh kepedulian terhadap penyanyi asal Pasuruan ini.

Kepedulian Rhoma terhadap Inul, mungkin didasarkan atas berbagai alasan. Akan tetapi, menurut hemat penulis, dengan melihat kapasitas keberadaan Rhoma saat ini, paling tidak dapat kita lihat dari tiga aspek, mengapa Rhoma bersikap demikian,. Ketiga aspek itu adalah :

Pertama, Rhoma sebagai seorang seniman dangdut.

Telah diketahui dan diakui para seniman musik, khususnya seniman dangdut, bahwa keberadaan Rhoma di blantika dangdut tidak dapat diabaikan begitu saja. Posisinya sebagai Raja Dangdut yang sampai saat ini belum tergantikan membuatnya disegani oleh para seniman musik di negeri ini, tidak hanya dari seniman sealiran tetapi juga para seniman dari 'madzhab lain. Posisi terhormat penyanyi asal Tasikmalaya ini diraih dan diakui memang berkat ‘jasa-jasanya’ dalam mengukir sejarah dangdut. Kalau kita melihat dangdut kini menjadi salah satu jenis musik paling populer di media elektronik dan menjadi musik terhormat, sebagian besar adalah berkat kontribusi Rhoma. Sebab, sebagaimana kita ketahui, pada mulanya dangdut kental dengan predikat musik kampungan. Marjinalisasi dangdut sangat terasa ketika jenis musik ini kurang –kalau tidak boleh disebut tidak sama sekali—laku dalam pertunjukan-pertunjukan di tempat-tempat pertunjukan bergengsi seperti gedung-gedung seni, hotel-hotel. Sebaliknya, pertunjukan dangdut hanya sering dapat kita saksikan di lapangan-lapangan terbuka. Itupun kebanyakan di kampung-kampung atau kota-kota kecil. Media elektronikpun sebelum ini sering ogah-ogahan untuk menayangkan jenis musik yang didominasi suara “nduut” ini. Ketika muncul Televisi Swasta, tercatat hanya TPI saja yang berani mengembil risiko menayangkan dangdut. Dengan alasan ‘takut’ tidak mendapat pendengar –dan tentunya pendapatan iklan—televisi lain pada umumnya melihat dengan mata sebelah keberadaan dangdut.

Setelah diketahui, bahwa dangdut adalah jenis musik yang mempunyai penggemar sampai ke tingkat akar rumput, yang sudah barang tentu dari segi komersial menguntungkan, maka stasiun-stasiun TV swasta beramai-ramai ‘berebut’ untuk menyiarkan dangdut. Dan, sekerang dapat kita saksikan dalam satu stasiun TV saja ada berbagai kemasan acara yang bernuansa dangdut.

Kalau kita bertanya siapa penyanyi dangdut yang mempunyai penggemar fanatik di masyarakat. Jawabannya adalah, siapa lagi kalau bukan Rhoma Irama. Di jaman jayanya, saking populernya Rhoma, banyak pendatang baru dangdut dan penggemar Rhoma, yang mengidentifikasikan sebagai Rhoma, dalam hal penampilan. Filem-filem penyanyi dan artis berjenggot ini, meskipun belum pernah meraih Piala Citra dalam FFI, tergolong filem yang paling banyak ditonton orang, waktu itu. Mungkin karena fenomena Rhoma itulah Guru Besar dari Ohio University, AS, Dr. William Frederick, menyebutnya sebagai penghibur paling populis di Indonesia waktu itu.

Ilustrasi tersebut hanya untuk mengatakan, bahwa betapa keberadaan Rhoma tidak dapat dipisahkan dengan keberadaan dunia dangdut. Dengan kata lain, secara ekstrim mungkin dapat dikatakan, bahwa Rhoma adalah dangdut dan dangdut adalah Rhoma. Oleh karena itu ketika orang berbicara dangdut, sudah barang tentu, tidak bisa mengabaikan keberadaan sosok Rhoma.

Ketika di kemudian hari ada orang yang dipandang bakal membuat citra dangdut terpuruk—karena muncul mengatasnamakan dangdut—maka sangat wajar apabila Rhoma, dengan kapasitasnya yang demikian, merasa terpanggil untuk menyampaikan ‘pendapat’. Bagi Rhoma, ketika martabat dangdut kembali terpuruk berarti membuat sia-sia arti perjuangan melelahkan yang dilakukan selama ini. Selain dari konteks ini, kepedulian Rhoma terhadap Inul juga dapat diartikan sebagai senior yang sedang melakaukan ‘pembinaan’ terhadap yuniornya.

Kedua, Rhoma Irama sebagai Ketua PAMMI.

Keberadaan Rhoma Irama pada masyarakat dangdut telah menempatkannya pada posisi sedemikian rupa. Pencipta lagu Begadang ini, tidak hanya dihormati oleh para penggemarnya, tetapi juga disegani oleh sesama seniman dangdut. Itulah sebabnya, ketika para seniman dangdut perlu membentuk suatu wadah organisasi, mereka tidak kesulitan untuk menemukan figur yang bakal, dan paling pantas, menjadi pimpinannya. Organisasi yang mereka bentuk yang kemudian diberi nama Persatuan Artis Musik Melayu—yang disingkat PAMMI--ini, secara ‘aklamasi’ memilih boss Soneta ini sebagai ketuanya. Tujuan perkumpulan ini di samping untuk memberikan perlindungan kepada para artis musik melayu (baca : dangdut ), lebih dari itu, adalah untuk meningkatkan dan mempertahankan citra dangdut. Sebaliknya, ‘cemoohan’ sementara orang, seperti yang terjadi sebelumnya terhadap dangdut tidak terulang lagi. Dengan demikian, marjinalisasi dangdut, ke depan, dengan adanya organisasi tersebut, diharapkan tidak terjadi lagi.

Terbentuknya ‘organisasi dangdut’ tersebut, di satu sisi, secara khusus, merupakan wadah bagi para musisi dangdut, dan di sisi lain, keberadaan organisasi tersebut merupakan bukti adanya kesadaran para musisi dangdut untuk membuat suatu komunitas eksklusif, bernama masyarakat dangdut, yang keberadaaannya harus diakui oleh siapapun. Oleh karena itu ketika, ketika tiba-tiba ada fenomena goyang ngebor oleh Inul yang hal itu terjadi dalam masyarakat dangdut tersebut, dan ‘atraksi’ seperti itu ternyata dianggap tidak sesuai dengan ‘misi dan visi’ anggota masyarakat yang ada, maka sangat wajar jika Rhoma tampil untuk menyampaikan keberatan tersebut. Sebab, dalam hal ini, Rhomalah yang paling berkempeten untuk menyampaikan ‘somasi’ tersebut, karena Rhoma adalah ‘lurah’ masyarakat dangdut.

Ketiga, Rhoma sebagai seorang ‘Kiyai’

Keberadaan Rhoma di dunia seni, dalam hal ini seni dangdut, memang relatif berbeda dengan para seniman dangdut pada umumnya. Perbedaan itu antara lain, kehidupan pribadinya yang sangat relegius. Penyanyi yang oleh teman-temannya kerap dipanggil bang Haji ini, dulu sering terlihat mentas bersama Da’i Sejuta Ummat K.H. Zainuddin MZ pada masa ‘kejayaannya’. Tidak hanya itu. Suami Rica Rachim ini juga mempunyai jaringan dengan para kiyai dan ulama-ulama besar di Pulau Jawa. Putri sulungnya, Debby Irama, bahkan menjadi menantu salah satu Kiyai Pengasuh Pondok Pesantren di Probolinggo Jawa Timur. Penyanyi yang tidak pernah melepaskan tasbih dalam setiap penampilannya dan sangat fasih melantunkan ayat-ayat suci Al Qur’an ini tercatat juga sering diundang oleh masyarakat untuk menyampaikan ceramah agama di luar kapasitasnya sebagai boss Soneta. Salah satu stasiun swasta, TPI, pada ramadlan 1422 Hijriyah/2000 Masehi yang lalu, secara khusus, juga pernah mengontrak mantan jurkam PPP tahun 1982 ini untuk mengisi kuliah subuh selama satu bulan penuh.

Potret Rhoma yang demikian, menunjukkan kehidupan yang dijalaninnya sebenarnya ada dua sisi. Di satu sisi, Rhoma adalah seorang seniman. Di sisi lain, Rhoma sebenarnya dapat dikelompokkan sebagai seorang agamawan, atau bahkan, dapat dimasukkan ke dalam kelompok kiyai. Sehingga, kalau dua sisi kehidupan Rhoma tersebut digabungkan, dengan bahasa yang mudah dapat dikatakan, bahwa Rhoma sebenarnya adalah Kiyainya para seniman, dalam hal ini seniman dangdut. Dalam kehidupan Rhoma, dua sisi kehidupan tersebut, tampaknya sulit dipisahkan satu sama lain. Itulah sebabnya dalam setiap penampilanya pada show-show yang menyertakan Soneta nuansa relegius sangat kita rasakan begitu dalam, di samping sebuah pertunjukan seni yang disuguhkan. Panggung pertunjukannyapun ia bersihkan dari, apa yang sering ia sebut sebagai, ‘nyanyian setan’, seperti pakaian penyanyi wanita yang mengundang birahi, goyang pinggul atau joged yang bernuansa erotis karena mengeksploitasi bagian tubuh tertentu. Karena alasan tersebut, Rhoma juga pernah mengancam tidak mau sepanggung dengan penyanyi dangdut Lilis Karlina, pelantun lagu Goyang Karawang, karena dianggap suka berpakaian dan bergoyang terlalu sensual.

Ilustrasi tersebut menunjukkan bahwa kesenimanan Rhoma di dunia dangdut sudah sedemikian tidak netral. Setiap penampilan dangdut yang ia geluti akan selalu difilter dengan keyakinan ajaran agama yang ia yakini.

Goyang ngebor ala Inul Daratista, menurut rasa seni versi Rhoma, dengan kapasitas Rhoma yang demikian, mungkin sudah dianggap keterlaluan dan dapat diklasifikasikan sebagai kemungkaran. Ukurannya antara lain juga dapat dilihat dari banyaknya ibu-ibu Majelis Taklim yang melayangkan protes dan keikutsertaan Majelis Ulama Indonesia Pusat mengeluarkan fatwa yang mengharamkan ‘aksi bor’ Inul tersebut. Sebagai seorang seniman yang relegius, sudah barang tentu, Rhoma merasa berkewajiban segera menghentikan ‘aksi’ Inul tersebut. Sebagai seorang yang pernah belajar agama tentu Rhoma tahu dan sadar, bahwa dia akan berdosa apabila tidak berusaha mencegah ‘kemungkaran’ Inul yang sedang berada di pelupuk matanya. Sebab, Nabi Muhammad SAW pernah bersabda : “Barang siapa melihat kemungkaran maka hendaknya dia mengubahnya dengan tangan. Jika tidak bisa, maka hendaknya mengubahnya dengan lesan. Jika tidak bisa, maka hendaknya mengubahnya dengan hati.

Demikianlah, kiranya alasan mengapa Rhoma mengeluarkan sikapnya mengenai fenomena ‘inulisasi’, meminjam istilah Lisa Natalia, seorang biduanita dangdut. Sekali lagi, terlepas setuju atau tidak. Bagi yang dapat memahami kapasitas Rhoma dengan melihat ketiga aspek tersebut, sikap Rhoma tersebut akan terasa wajar. Akan tetapi, sebaliknya, sikap tersebut akan terasa sangat kontroversial bagi yang sama sekali tidak atau belum mengetahui kapasitas Rhoma tersebut. Posisi media, khususnya media elektronik, tampaknya juga kurang memperhatikan asas keseimbangan ketika menggelar ‘pengadilan’ terhadap Rhoma. Penayangan, secara terus menerus, yang kontra Rhoma ketimbang yang pro, menjadi bukti ketidakadilan ini. Dan, yang lebih aneh adalah ketika kelompok yang kontra tersebut secara umum bukan berasal dari masyarakat dangdut.

Akhirnya, kepada Inul Daratista, penulis ucapkan ‘selamat’.Sebab, ketika komentar yang kontra mengenai anda keluar dari barisan orang yang berbobot, berarti menunjukkan semakain berbobot pula keberadaan anda. Dan, komentar tersebut telah keluar sendiri, antara lain, dari artis dangdut paling berbobot, si Raja Dangdut Rhoma Irama. Oleh karena itu, anda tidak perlu berdendam kesumat terhadap Rhoma. Bahkan, menurut saya, anda malah harus, mengucapkan berlaksa terima kasih kepadanya. Bukankankah anda semakin populer pula karenanya?. Akan tetapi, ber-istighfar-lah, agar murka Allah di negeri ini tidak semakin bertambah, karena ulah bormu!.

Wainagapu, awal Mei 2003.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar