DPT SALAH, SIAPA YANG SALAH?
Oleh : Asmu’i Syarkowi
(Hakim PA Jember)
Pemilihan umum ( Pemilu ) sudah tinggal menghitung hari. Tetapi sejumlah persoalan masih menghadang, seperti pelaksanaan kampanye 40 lebih partai peserta pemilu yang tentunya semuanya ingin menang. Mengatur jadwal sekian banyak partai beserta masanya tentu bukan persolan gampang. Salah me-manaj bisa-bisa menjadi malapetaka tidak saja bagi pelaksanaan pemilu, tetapi juga bagi seluruh bangsa. Sehingga, tidak berlebihan jika hari-hari ini adalah hari menegangkan bagi para piranti Negara. Panwaslu, Kepolisian, dan KPU adalah sebagian piranti Negara yang kini paling merasakan ketegangan itu.
Salah satu persoalan yang dihadapi KPU saat ini adalah merebaknya daftar pemilih tetap ( DPT ) yang belum dapat dianggap tetap. Dikatakan belum tetap karena akurasi DPT ini masih disangsikan oleh banyak pihak. Isu seputar DPT ini antara lain merebak dari Jatim. Puncaknya, terkuak ketika sang Irjen Polisi mantan Kapolda Jatim mengundurkan diri. Saking jengkelnya, ada banyak pihak termasuk parpol tertentu mengusulkan agar pelaksanaan pemilu ditunda saja.
Melihat perkembangan demikian kitapun lantas bertanya, mengapa sampai muncul DPT yang tidak akurat, apapula kerja KPU, dan perlukah pelaksanaan pemilu ditunda?
Munculnya DPT salah akibat adanya sebagian persoalan mendasar bangsa yang sampai saat ini belum diatasi. Apa itu? Tidak lain adalah masalah semrawutnya data kependudukan kita. Betapa tidak. Hingga kini
Kinerja KPU selama ini juga patut dipertanyakan. Mestinya begitu terbentuk, agenda pertama yang harus dilaksanakan adalah melakukan evaluasi kinerja KPU sebelumnya. Saya yakin KPU sudah melakukannya. Akan tetapi kebiasaan pemimpin kita memang sering bersikap over confidence. Selalu merasa bahwa apa yang dilakukan adalah baik dan benar. Kurang atau bahkan tidak mau mendengar pendapat pihak lain. Padahal sudah pasti, apa yang dianggap baik dan benar oleh mereka belum tentu baik dan benar menurut kita. Ini sudah semacam kaidah umum. Mau mendengar kritik dan saran sejak dini adalah kunci mendekati kebenaran dan kabaikan yang menjadi tujuan. Bagi KPU kebenaran dan kebaikan tersebut adalah suksesnya penyelenggaraan Pemilu. Orang yang kini mengkritisi DPT adalah tidak hanya pihak yang merasa dirugikan akibat DPT yang dianggap salah ini. Akan tetapi, juga pihak akademisi. Yang disebut terakhir ini tidak mempunyai pamrih apapun kecuali agar pelaksanaan pemilu yang –bagi perjalanan kehidupan berbangsa dan bernegara—sepenting ini dapat berjalan dengan sukses. Pertanyaannya, sudahkah dari awal KPU melibatkan mereka untuk ‘mengelola’ DPT ini?. Jawabannya ada di pihak KPU sendiri. Tapi melihat gelombang protes terhadap DPT yang ada, adalah akibat terlalu percayanya KPU terhadap data sebelumnya. Tanpa kesediaan mem-verifikasi ulang. Ibarat orang makan, KPU cukup puas dengan sajian pihak catering. Dan, catering tersebut oleh KPU dianggap pihak yang sudah bonafide. Kalau sudah demikian salahkah KPU? Selanjutnya akibat DPT yang kontroversi ini pemilu ditunda?.
Sesuai agenda pemilu seharusnya harus sudah terlaksana pada tanggal 9 April mendatang. Sebelum munculnya isu DPT ini juga sudah muncul wacana penundaan pemilu. Alasannya, pelaksanaan pemilu beriringan dengan hari raya keagamaan agama tertentu. Akan tetapi, segera dijawab sang petinggi KPU sendiri dengan meberikan penegasan yang intinya, bahwa tanggal 9 April sudah final. Keinginan penundaan pemilu dari sekelompok masyarakat tersebutpun tenggelam dengan sendirinya. Berapa tokoh agama mereka malah lebih jauh menghimbau agar ummatnya tidak golput. Tetapi isu DPT ini tampaknya bukan main-main. Beberapa tokoh parpol peserta pemilu tertentu bahkan melontontarkan semacam ultimatum. Jika mereka sudah tahu bahwa tahapan pemilu sudah terencana. Tahapan yang sudah tersusun oleh KPU juga sudah diketahui, termasuk keberadaan ‘calon’ DPT ini. Pertanyaan kita, mengapa dari awal para pengkritik DPT ini tidak segera mewacanakan. Terhadap masalah sepenting DPT ini, mestinya dari awal semua pihak juga mewacanakannya. Khususnya para fungsionaris parpol peserta pemilu. Bukankah mereka paling berkepentingan tarhadap akurasi DPT. Menyangsikan akurasi DPT saat ini sebenarnya ibarat mengurungkan pertempuran akibat jumlah pasukan tidak komplit sementara musuh sudah di depan mata.
Fenomena ini akan menguatkan stigma bahwa kita adalah bangsa yang telmi ( telat mikir). Telat mikir atau karena pura-pura telat mikir ?. Keinginan penundaan pemilu harus ditanggapi ekstra hati-hati oleh semua pihak, termasuk KPU.
Tanpa bermaksud membela pihak manapun, yang jelas, dari realitas di muka, tampaknya ketidakakurasian DPT seperti yang ramai diwacanakan sekarang, harus menjadi tanggung jawab tidak hanya KPU tetapi juga pengelola data kependudukan dan para parpol peserta pemilu. Bahkan, kita semua ?.
Bio Data Penulis :
Nama : Drs.H.Asmu’i Syarkowi, M.H.
Tempat & Tgl Lahir : Banyuwangi, 15 Oktober 1962
Pendidikan : S-1 Fak.Syari’ah IAIN Yogyakarta 1988
S-2 Hukum UMI Makassar 2001
Jabatan : Mantan Ketua Pengadilan Agama Waingapu NTT sekarang Hakim Pengadilan Agama Jember
Alamat e-mail :asmui.15@gmail.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar