H. Asmu'i Syarkowi
Setiap tahun, tepatnya pada
tanggal 22 Oktober, selalu diperingati hari santri dengan berbagai seremoninya,
seperti gerak jalan, pawai keliling, dan acara ala santi lainnya. Salah satu
yang mawarnai puncak hari santri ini yang biasanya dilaksanakan apel bendera
adalah ketika para peserta pria pada umumnya mengenakan sarung. Di daerah
tertentu malah sering ada karnaval atau jalan santai yang diikuti para pejabat dengan
mengenakan pakaian sarung dan baju koko plus kopyah nasional. Inilah
pemandangan khas yang biasanya mewarnai hari santri. Dan dari tahun ke tahun
modus peringatan ini terlihat semakin meriah saja.
Peringatan hari santri yang
sudah menasional ini karena berkat terbitnya Keputusan Presidan RI Nomor 22
Tahun 2015 tentang Hari Santri. Inti Keppers ini pada pokoknya menetapkan bahwa
tanggal 22 Oktober sebagai hari santri dan hari santri bukanlah hari libur. Keppres
yang ditetapkan dan mulai berlaku pada tanggal 15 Oktober 2015 ini sejatinya
adalah klimaks perjuangan para santri secara formal dan bukti pengakuan negara akan
eksistensi santri dalam kehidupan bernegara menyusul para Kyai pesantren yang
lebih dahulu telah ditetapkan sebagai pahlawan nasional oleh Negara, seperti
K.H. Hasyim Asy’ari, K.H. Ahmad Dahlan, K.H. Abdul Wachid Hasyim.
Pada awalnya ketika ide ini
diwacanakan oleh sejumah tokoh kalangan santri,,memang ada sejumlah tokoh yang
kurang sependapat. Terutama ketika momentum ini harus dijatuhkan tepat pada
tanggal 1 Muharram bersamaan dengan tahun baru Islam. Menurut mereka, kebesaran
tahun baru Islam yang menjadi milik seluruh ummat Islam tidak layak direduksi
manjdi milik sekelompok Islam, yaitu kaum santri dari kalangan pesantren yang
pada umumnya berormas NU. Pada saat yang sama juga timbul kekhawatiran dengan
ditetapkannya hari santri secara nasional akan membuat ummat Islam
terkotak-kotak. Akan tetapi, pada akhirnya seperti yang kita lihat, Presiden
tetap menerbitkan Keppers tersebut. Akan tetapi apakah generasi muda kita saat
ini mengetahui, mengapa perlu ditetapkan hari santri secara nasional?.
Sekedar
menyegarkan ingatan, mengapa tanggal 22 Oktober ditetapkan sebagai Hari
Santri Nasional ? Peringatan Hari Santri, secara historis sebenarnya merujuk
pada peristiwa bersejarah yang membawa bangsa Indoensia meraih dan
mempertahankan kemerdekaan dari para penjajah. Peristiwa dimaksud adalah
mnculnya “Resolusi Jihad” yang dicetuskan oleh pendiri NU K.H. Hasyim Asy’ari
pada tanggal 22 Oktober tahun 1945. Resolusi ini dieluarkan di Surabaya untuk
mencegah kembalinya tentara kolonial Belanda yang mengatasnamakan NICA.
KH. Hasyim Asy’ari sebagai ulama
pendiri NU menyerukan jihad dengan mengatakan : “Membela tanah air dari
penjajah hukumnya fardlu ’ain”. Dalam tradisi fikih, fardhu ain adalah
kewajiban yang harus ditunaikan setiap mukallaf ( orang muslim yang sudah akil
baligh yang mampu ) dengan konsekuensi pahala bagi yang malakanakan dan berdosa
bagi yang meninggalkan. Seruan jihad yang dikobarkan oleh KH Hasyim
Asy’ari itu rupanya sangat ampuh membakar semangat para santri dan arek-arek
Surabaya untuk menyerang markas Brigade 49 Mahratta pimpinan Brigadir Jenderal
Aulbertin Walter Sothern Mallaby. Jenderal Mallaby pun tewas dalam
pertempuran yang berlangsung 3 hari berturut-turut tanggal 27, 28, 29 Oktober
1945. Ia tewas bersama dengan lebih dari 2000 pasukan inggris yang tewas saat
itu.
‘Kenakalan’ santri dan arek-arek
Suroboyo tersebut rupanya membuat marah angkatan perang Inggris, hingga
berujung pada peristiwa 10 November 1945. Betapa heroiknya, peristiwa
pertempuran 10 November 1945 di Surabaya sehingga Negara perlu menetapkan
setiap tanggal 10 November sebagai hari pahlawan. Sebelumnya tidak banyak
diketahui, mengapa umat Islam dan arek-arek Surabaya dengan Bung Tomo-nya walau
hanya dengan persenjataan seadanya begitu heroik dan akhirnya bisa menang
ternyata di balik itu ada pengobar semangat bernama resolusi jihad tanggal
22 Oktober 1945 yang diserukan oleh Hadratusy Syaikh K.H. Hasyim Asy’ari
Tebuireng. Karena resolusi itu maka tidak mengherankan kalau akhirnya banyak
ulama dan santri secara terorganisasi ikut berperang untuk mengusir penjajah
dari bumi Indonesia. Yang lebih penting lagi dan menjadi fakta sejarah, bahwa
dalam pertempuran banyak santri dan kyai yang gugur di medan laga merebut dan
mempertahankan kemerdekaan tanpa dikenali namanya apalagi dimakamkan di makam
pahlawan. Perjuangan dan pengorbanan tanpa pamrih itulah yang tampaknya menarik, khususnya
Presiden Jokowi agar nilai-nilai perjuangan itu terus dipertahankan dan diaktualisasikan
di era modern ini. Mengapa?
Sebagaimana
kita ketahui betapa nilai-nilai ketulusan itu
saat ini dari hari ke hari semakin pudar. Orang baru mau berbuat atau
memberi kalau ada manfaat atau imbalan. Apalagi di era ketika politik kental
dengan kehidupan kita sehari. Betapa suasana kehidupan rakyat dengan dengan
para pemimpinnya sangat diwarnai dengan praktik kehidupan yang bersifat transaksional.
Rakyat tidak mau melakukan perintah pimpinannya makalala tidak ada keuntungan
yang diperoleh dari pemimpinnya.. Dan, sebaliknya pemimpinpun ketika memberikan
sesuatu kepada rakyatnya selalu berhitung berapa keuntungan yang akan diperoleh
secara politis..
Fenomena demikian tentu sangat
bertolak belakang dengan nilai-nilai kondisi ketika para santri dan Kyai berjuang
merebut dan mempertahankan kemerdekaan. Nilai-nilai itulah yang sejatinya perlu
terus kita aktualisasikan di setiap kita memperingati hari santri.
Kalau titik
berat peringatan hari santri ini kita maksudkan untuk menggali nilai-nilai
bagaimana kaum santri berjuang, maka sejatinya ada hal yang bersifat universal
yang dapat kita tarik dari peringatan hari santri yang setiap tahun kita
peringati. Nilai-nilai itu antara lain : nilai semangat berjuang untuk
bangsa, nilai kesederhanan, dan nilai pengorbanan tanpa pamrih. Dengan
demikian, peringatan hari santri ini tidak harus didomisasi oleh--apalagi harus
menjadi monopoli--santri dalam pengertiannya yang sempit tetapi santri dalam
pengertiannya yang luas. Santri dalam arti luas yang kita maksudkan adalah segenap
bangsa Indonesia yang sependapat dengan: nilai semangat berjuang untuk
bangsa dan negara, kesederhanaan, dan rela berkorban tanpa pamrih. Siapaun
orangnya, tanpa harus membedakan suku, ras, dan agama. Apalagi, hanya sekedar
membedakan NU atau Muhammadiyah. Akan tetapi lucu juga, jika setiap tahun hari
santri diperingati, ada pesantren yang bersikap acuh tak acuh atau bahkan tidak
tahu sama sekali bahwa hari santri sedang diperingati.
“Dirgahayu Santri dan Pesantren”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar