Senin, 01 Desember 2014

IAIN DAN ANIMO MASYARAKAT



Dunia pergururan tinggi di tanah air kita sampai saat ini  manjadi dua kelompok yaitu pergururan Tinggi Umum  (PTU) dan Perguruan Tinggi Agama (PTA). Kategorisasi PT secara dikhotomis menjadi dua kelompok tersebut menyebabkan dunia perguraan tinggi di Negara Pancasila ini seperti terbagi menjadi 2 madzhab besar yang sulit disatukan. Kesan yang selama ini mengemuka yang menjadi pembeda 2 macam PT tersebut antara lain : 1. PTU terutama yang negeri dianggap sebagai perguruan tinggi kelas 1 sedangkan PTA merupakan perguruan tinggi kelas 2. PTA dengan grade nomor wahid sekalipun dikesankan selalu di bawah PTU. Keberadaan PTU seperti UGM, UI, UNAIR dan ITB lebih populer dibanding UIN Sunan Kalijaga, UIN Syarif Hidayatullah dan UIN Sunan Ampel. 3. Mahasiswa yang masuk PTA selalu dikesankan sebagai mahaswa limbah dari PTU sehingga kualitas SDM mahasiswa PTA juga dikesankan sebagai kualitas dengan grade di bawah kualitas SDM mahasiswa PTU. 3 Dalam dunia  kerja Alumni PTU seolah mendapat  pasar lebih luas dibanding alumni PTA yang umumnya hanya melayani institusi-institusi di Kementerian Agama.
Tiga hal yang dikesankan sebagian masyarakat tersebut tentu terasa menyakitkan sebagian insan-insan yang berkecimpung di dunia PTA. Akibatnya, bagi sebagian mahasiswa dan alumni, cibiran  terhadap dunia PTA ini menyababkan mereka tidak “pede” .
Pertanyaan kita adalah mengapa semua ini bisa terjadi. Apa akar masalahnya?
Dalam salah satu tulisannya Dr. Muchtar Na’im pernah mengemukakan, bahwa hal ini akibat dualisme dan dikhotomi pendidikan dari sistem pendidikan warisan zaman Kolonial Belanda. Pemerintah Koloniallah yang membedakan pendidikan umum di satu pihak dan pendidikan agama di pihak lain. Menurutnya, dampak dari sistem pendidikan yang dualistis tersebut sangat jauh dan sebagiannya ada yang bersifat fundamental, yaitu : 1)  Arti agama direduksi hanya sebatas hal yang berkaitan dengan aspek teologi Islam seperti yang diajarkan di sekolah-sekolah agama  selama ini. 2) Sekolah agama telah terkotakkan ke dalam kubu tersenndiri  dan menjadi eksklusif. 3) Sumber masukan sekolah agama dan PTA rata-rata ber IQ rendah dan dari kelompok residual, dan oleh karena masukannya dari residual maka mutu tamatannya adalah  medioker ( tergolong kelas dua). 
Ironisnya, dikhotomi dunia perguruan tinggi tersebut seperti mendapat legitimasinya ketika pada tahun 1950 Presiden Soekarno menetapkan berdirinya Universitas Gajah Mada  yang diperuntukkan bagi golongan nasional dan dalam waktu bersamaan menetapkan Perguruan Tingga Agama Islam Negeri ( PTAIN ) Yogyakarta yang diperuntukkan bagi umat Islam.
Untuk mengatasi hal ini beliau mengajukan konsep pendidikan terpadu, yaitu intregrasi pendidikan umum dan pendidikan keagamaan.
Terlepas dari sinyelamen tersebut, tampaknya kini kondisinya sudah lain. Sekalipun belum sampai mengikis habis kesan akibat dualisme pendidikan agama tersebut, secara lambat tapi pasti ada kecenderungan menghilang. Tampilnya sejumlah intelektual muslim--yang tidak hanya piawai di dunia akademik, tetapi juga pergulatan politik kenegaraan--seperti Nurcholis Madjid, Azumardi Azra, Komarudin Hidayat, dan Fachry Ali tampaknya ikut andil mengikis kesan negatif tersebut. Dengan kata lain, alumni PTA kalau mau juga bisa tampil di pentas kompetisi. Peningkatan status STAIN menjadi IAIN, dan berikut UIN kiranya merupakan jawaban atas tuntutan yang menginginkan pengintegrasian atas dikhotomi pengetahuan umum dan pengetahuan agama yang selama ini berlangsung. Dibukanya Jurusan-jurusan umum--yang selama ini dikesankan sebagai jurusan yang boleh dimiliki PTU--di  PTA, seperti kedokteran, biologi, ekonomi, di samping upaya menjawab tantangan zaman yang lebih penting, adalah upaya internalisasi agama pada cabang pengetahuan yang selama ini seolah tak berakar menjadi mempunyai ruh karena tidak tercabut dari akarnya. Kalau dulu orang belajar mengenal organ tubuh hanya sebatas organ secara inderawi tetapi PTA mencoba mengenal organ tubuh juga dari sisi non inderawi. Integrasi sudut pandang ini menjadi penting di kemudian ketika segenap upaya inderawi tidak berhasil digunakan sebagai penyingkap suatu objek, manusia harus melihatnya dari sudut non inderawi, yaitu bahwa di balik yang inderawi, ada Dzat pencipta organ tubuh ini dan Dzat itulah yang Maha Mengetahui. Manusia hanya tidak diberikan pengetahuan kecuali hanya sedikit saja ( wama utiitum minal ‘ilmi illa qalilan ). Oleh karena itu dengan pengetahuan yang hanya sedikit itu, manusia jangan sombong, jangan adigang- adiguno,  tidak mau berbagi, dan  tidak mau mengembangkan diri. Inilah contoh maksud internalisasi agama ke dalam pengetahuan ini. Konsep dasar yang ingin dicapai setiap ilmuwan apapun keluaran PTA masa kini dengan segenap prodinya, adalah bagaimana ilmu yang dimiliki disamping memberi manfaat bagi diri sendiri juga dapat memberi manfaat bagi orang lain, karena ilmu juga merupakan sebagian amanah Allah SWT. Atau, meminjam istilah Rhoma Irama, : ….kalau jadi pejabat menjadi pejabat yang takwa…kalau jadi pedagang, jadi pedagang yang takwa , kalau jadi politisi , jadi politisi yang takwa, dst.
Tampilan PTA yang terus berkembang mengikuti dinamika zaman tersebut  tampaknya tidak sia-sia. Dari tahun ketahun, tampaknya animo masyarakat masuk ke PTA juga semakin tinggi. Calon mahasiswa yang masuk juga tidak lagi sepenuhnya limbah dari PTU Negeri. Peluang ini tentu sekaligus menjadi tantangan insan-insan pengelola PTA, khususnya para dosen agar terus mengasah diri dangan meningkatkan kuantitas dan kualitas ilmu yang dimiliki. Upaya peningkatan derajat akademik, seperti studi strata-2 dan Strata-3, tidak hanya dipandang sebagai upaya memperoleh grade  akademik yang ujung-ujungnya hanya bermotif ekonomis, seperti segera memperoleh jabatan tertentu atau guru besar, yang tidak memberikan andil apa-apa bagi kemajuan bangsa atau bahkan bagi almamaternya sendiri.
Catatan : Tulisan ini sengaja dibuat untuk didedikasikan buat STAIN Jember yang sekarang telah berubah status menjadi IAIN Jember. Tinggal satu tahap lagi menuju UIN Jember, semoga.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar