Senin, 22 Juni 2009

MENCINTAI AKHIRAT

Ma’asyiral muslimin
Melalui layar televisi dapat kita saksikan bahwa saat ini saudara-saudara kita di Ibu kota Jakarta sedang bergulat menghadapi banjir. Banjir yang hampir terjadi tiap tahun tersebut kini seolah mencapai klimaksnya. Luapan air Ciliwung yang terjadi di awal 2007 ini juga disebut-sebut sebagai lebih dahsyat dari pada yang terjadi tahun 2002. Sebab daerah-daerah yang pada tahun 2002 tidak terjamah banjir, kini ikut menikmati kiriman air bah yang dating dari Bogor. Sekitar 70 persen Propinsi DKI Jakarta terendam air. Terlihat di sana-sini rumah-rumah terendam hinga mencapai batas atap rumah yang berlantai satu. Tidak hanya rumah orang miskin tetapi juga rumah-rumah orang kaya. Dengan keadaan seperti itu dapat kita pastikan bahwa ketinggian air sudah mencapai lebih dari 4 meter. Sebuah ketinggian air yang sudah barang tentu sangat membahayakan jiwa orang-orang yang tidak dapat berenang, seperti balita dan orang-orang yang telah lanjut usia. Ternyata musibah ini tidak hanya menimbulkan korban jiwa tetapi juga menimbulkan kerugian harta benda yang luar biasa besar.
Bagi kita di sini, yang hanya bisa melihat musibah banjir lewat berita, kadang terbersit di hati, kalau sudah seperti itu apa enaknya hidup di Jakarta. Karena Jakarta merupakan symbol kemewahan dunia untuk ukuran Indonesia, kitapun mungkin juga perlu berfikir, bahwa kalau musibah demi musibah terjadi seperti itu, apapula enaknya hidup di dunia. Ternyata di balik kemewahan dunia ada ancaman musibah yang sewaktu-waktu, tanpa kita duga, akan datang dengan tiba-tiba, baik di waktu siang ataupun malam.
Ma’asyiral muslimin
Peristiwa banjir yang tarjadi dan peristiwa musibah-musibah lain yang pernah terjadi pada akhirnya juga mengingatkan kita akan sebuah firman Allah dalam Al Qur’an.
PAllah berfirman dalam surat adh Dhuha ayat 4:

Artinya : Dan sungguhnya akhir itu lebih baik dari pada permulaan.

Yang dimaksud dengan al akhirat menurut sebagian mufassir adalah kehidupan akhirat Sedangkan, maksud al Ula dalam ayat tersebut tidak lain dalah kehidupan dunia. Dengan demikian, sesuai dengan dhahir ayat, ayat tersebut memberikan petunjuk sekaligus merupakan penegasan Allah kepada kita, bahwa kehidupan akhirat adalah lebih baik dari pada kehidupan dunia.
Oleh karena kehidupan akhirat lebih baik dari pada kehidupan dunia, maka mempersiapkan keperluan untuk akhirat adalah sikap yang sungguh sangat bijaksana. Rasulullah SAW pernah menyebut orang yang tekun mempersiapkan kehidupan sesudah mati merupakan orang yang cerdas.
Rasulullah bersabda :

Artinya : orang cerdas adalah orang yang dapat mengendalikan hawa nafsunya dan orang yang tekun beramal untuk keperluan setelah mati.

Mengapa keperluan setelah mati perlu dipersiapkan. Tidak lain, karena setelah kita mati kesempatan untuk beramal sudah tidak ada lagi. Sementara hanya amal saleh kita semua sajalah yang akan dapat menyertai kita dan menolong kita ketika menghadapi semua yang terjadi di alam akhirat ini.
Rasulullah SAW dalam salah satu haditsnya pernah mengingatkan kita, bahwa ketika manusia mati hanya ada tiga hal yang mengantarkan ke kuburnya, yaitu keluarganya, hartanya, dan amalnya. Dua di antaranya akan kembali sedangkan yang satu akan mengikutinya. Dua yang akan kembali adalah keluarga dan hartanya. Selanjutnya, hanya amalnyalah yang akan mengikutinya ke dalam kubur. Amal itu pulalah yang menolong atau akan mencelakannya ketika harus mengalami kehidupan sesudah mati di alam kubur.
Selanjutnya setelah sampai ke alam akhirat hanya ada dua pilihan, yaitu apakah termasuk yang oleh Al Qur’an disebut sebagai fariqun fil jannah atau sebaliknya kedalam kelompok fariqun fis sa’ir. Tidak ada pilihan ketiga dan keempat. Apalagi pilihan yang kelima dan seterusnya.
Ma’asyiral mulimin
Masing-masing kita sebenarnya sudah mengetahui bahwa kehidupan akhirat itu pasti ada dan kehidupan akhirat merupakan kehidupan yang tidak ada akhirnya. Hanya saja, pengetahuan kita, khususnya tentang akhirat mungkin belum ke tingkat ainul yaqin apalagi haqqul yaqin.
Agar pengetahuan kita tentang akhirat dapat ke tingkat ilmul yaqin atau bahkan haqqul yaqin tidak ada cara lain kecuali dengan terus menerus mengasah keimanan kita kepada Allah SWT..
Cara mengasah iman tersebut tidak ada cara lain, kecuali dengan terus menerus mendekatkan diri kepada Allah dengan memperbanyak amal soleh. Usaha atau latihan itulah yang biasanya dalam istilah para sufi disebut riyadlah. Sebab, kita semua tahu, bahwa iman memang bisa bertambah dan berkurang. Iman bisa bertambah karena amal saleh. Sebaliknya, bisa berkurang karena maksiyat yang kita lakukan.
Dalam sebuah hadits rasulullah juga pernah menjelaskan, bahwa ketika seorang hamba mendekat kepada-Nya. Allah akan mendekat lebih dekat lagi. Tetapi ketika seorang hamba tersebut menjauh maka Allahpun akan menjauh pula. Itulah sebabnya dalam tradisi sufi ada konsep fafirru ilallah yang maksudnya, kurang lebih, berisi himbauan, agar kita segera berlari menuju Allah. Dengan cara berlari menuju Allah, diharapkan Allahpun lebih cepat lagi mendekat kepada kita.
Ma’asyiral muslimin
Agar kita dapat mempersiapkan kehidupan akhirat dengan sebaik-baiknya, maka tidak ada cara lain kecuali dari sekarang kita harus mulai belajar mencintai akhirat.
Agar dapat mencintai kehidupan akhirat, ada baiknya kita juga perlu mengetahui sifat-sifat kelemahan kehidupan dunia yang oleh Allah SWT dan rasulullah SAW serta para Ulama ahli hikmah telah diberikan gambarannya.
Allah SWT menggambarkan bahwa kehidupan dunia laksana tanaman yang subur akibat disirami air yang cukup. Akan tetapi, tanaman yang subur dan indah tersebut sewaktu-waktu akan menjadi kering bahkan tak berbekas sama sekali, akibat diterbangkan oleh angin.
Dalam Al Qur’an Surat Al Kahfi ayat 45 Allah berfirman :



Artinya : Dan berilah perumpamaan kepada mereka, bahwa kehidupan dunia adalah seperti air hujan yang Kami turunkan dari langit, maka menjadi subur karenanya tumbuh-tumbuhan di muka bumi. Kemudian tumbuh-tumbuhan itu menjadi kering yang diterbangkan angin. Dan, Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.

Lebih jelas, perumpamaan serupa juga dapat kita baca, antara lain, dalam surat Yunus ayat 23, Surat Al Hadid ayat 20.
Rasulullah SAW juga telah memberikan gambaran kehidupan dunia antara lain melalaui salah satu sabdanya .
Rasulullah SAW bersabda :

Artinya : Dunia merupakan penjara bagi orang-orang mukmin dan surga bagi orang-orang kafir.
Menurut Al Faqih Abul Laits As Samarqandi dalam salah satu kitabnya, bahwa maksud hadits tersebut adalah bahwa bagi seorang mukmin kenikmatan dan kelapangan yang dirasakan, selagi masih di dunia masih saja seperti di penjara. Karena kenikmatan dan kelapangan tersebut masih belum seberapa dibanding dengan kenikmatan dan kelapangan yang akan diterima di surga nanti. Sebab, kata al Faqih Abul Laits, ketika akan wafat kepada setiap orang mukmin, akan diperlihatkan surga. Pada saat melihat kemulyaan surga itulah, dia menyadari bahwa kenikmatan kehidupan dunia itu ternyata masih seperti dalam penjara.
Sebaliknya, kepada orang kafir, ketika akan mati akan diperlihatkan neraka dengan segala isinya. Ketika melihat neraka dengan dahsyatnya siksa itulah, dia menyadari bahwa kesengsaraan hidup di dunia itu ternyata masih seperti di surga.
Dengan kalimat lain, maksud hadits tersebut bukan berarti orang mukmin tidak boleh bahagia di dunia atau bahkan sebaliknya harus selalu menempuh hidup sengsara di dunia. Juga bukan berarti orang kafir boleh hidup semaunya, berfoya-foya seperti layaknya di surga.
Maksudnya, adalah apapun macamnya kenikmatan kehidupan dunia, bagi seorang beriman, masih seperti di penjara. Sebab, apapun namanya kenikmatan selagi masih di dunia, tidak ada kenikmatan yang tanpa batas dan sama sekali tidak sebanding dengan kenikmatan yang dijanjikan Allah kepadanya.
Sebaliknya, apapun namanya kesengsaraan hidup, bagi orang kafir, selagi masih di dunia masih dapat dianggap seperti di surga. Sebab, bagi orang kafir masih ada kesengsaraan yang sebenarnya yaitu ketika harus menerima adzab Allah kelak di akhirat akibat kekafirannya.
Kepada kita, agar kita tidak terlalu mencintai dunia, Luqmanul Hakim, juga pernah menasihati kita, lewat nasihat yang ditujukan kepada putranya :


Wahai anakku, sesungguhnya kehidupan dunia adalah sebuah lautan yang dalam. Telah banyak orang yang tenggelam di dalamnya, maka buatlah kapal di atasnya dengan mempertebal taqwamu kepada Allah SWT.

Ma’asyiral muslimin
Inti pesan khutbah yang telah kami uraikan tadi adalah agar kita mulai saat ini belajar mencintai akhirat. Mencintai akhirat perlu kita latih sebab akhirat adalah sesuatu yang belum terjadi yang karenanya kebanyakan kita melupakan. Pada hal, ke akhirat itulah kita semua akan kembali untuk selama-lamanya.
Akhirnya, semoga khutbah ini menjadi salah satu bahan renungan sebagai upaya kita untuk belajar mencintai akhirat yang dalam praktiknya kita wujudkan dengan semakin mempertebal ketakwaan kita kepada Allah SWT.
------------------------------------------------------------------

Tidak ada komentar:

Posting Komentar