Angka percaraian dari tahun mengalami peningkatan baik kuantitas maupun kualitas. Peningkatan kualitas, dapat dilihat dari data statistik. Yang dahulu hanya puluhan menjadi ratusan, yang dahulu ratusan menjadi ribuan. Data stistik di setiap Pengadilan Agama menunjukkan, bahwa hampir semua PA yang mengalami lonjakan perkara. Bahkan ada PA yang jumlah aparatnya tidak sebanding dengan peningkatan perkara masuk. Sehingga tidak mengherankan jika banyak Pengadilan Agama yang kualahan menghadapi overload jumlah perkara ini. Dari segi kualitas, alasan perceraian tampaknya tidak sesederhana dahulu. Problem baru mengenai rumah tangga yang dulu tidak ada kini bermunculan. Orang yang ingin berperkarapun tidak bisa menghadap sendiri. Alasannya, di samping gak mau repot bolak-balik Pengadilan, kompleksitas persoalan yang muncul juga menjadi alasan.
Fenomena tersebut jelas menimbulkan pertanyaan, mengapa semakin banyak orang cerai dan apa apa pula alasannya?
Tentang mengapa perceraian meningkat, memang belum ada hasil penelitian khusus melaporkan. Tetapi sebagai orang yang berkecimpung di 'dunia perceraian' penulis secara empirik tahu. Pengalaman penulis menunjukkan bahwa ada kecenderungan kini orang menggampangkan perceraian. Gaya hidup tampaknya menjadi salah satu pemicu. Perubahan gaya hidup ini diakibatkan oleh ketidaksiapan orang menghadapi kemajuan dunia global dan kemajuan teknologi yang demikian pesat. Sebagai contoh, dulu mau nonton TV sangat susah. Sekarang semua orang bisa melihat TV. Dari TV orang dapat belajar semua hal. Mulai dengan cara hidup, cara berpakaian, dan cara berumah tangga. Orang lupa bahwa itu hanya tontonan. Tetapi, suguhan acara yang hanya dimaksudkan sebagai tontonan dijadikannya tuntunan. Adegan kekerasan, cara berkata, cara berpakaian para selebriti di filem hanyalah sebuah tontonan fiksi belaka. Tetapi orang mempraktekkannya di dunia nyata. Pada saat yang sama suami atau istri terlihat seperti biasa. Obsesi keindahan yang didapat dari menonton TV atau filem jelas tidak dapat dalam rumah tangganya. Melihat istri kok tidak halus seperti Shahrini atau melihat suami kok tidak maco seperti Ade Ray. Kebosanan melihat pasanganpun timbul.
Mobilitas manusia yang mudah juga menjadi pemicu. Dulu orang sulit bepergian. Sekarang, orang bisa kemanapun mau. Mau keliling Indonesia atau bahkan dunia, pasti bisa. Tergantung dua hal : Kamauan dan Duit. Kesempatan untuk melanggar komitmen perkawinanpun sangat luas alias terbuka lebar. Tergantung mau atau tidak. Pada saat bepergian jauh, baik suami atau istri mempunyai kesempatan sama untuk melanggar komitmen itu. Sekali lagi, tergantung mau atau tidak. Bagi laki-laki, ada yang bilang, iman boleh kuat tapi 'imron' mana tahan. Dan sebaliknya, pancingan perselingkuhan terbuka lebar di depan mata. Anak dan suami jauh di sana. Di depan hanya ada sang pujaan yang siap memberikan mimpi indah, Setelah, pada saatnya harus kembali ke kampung kesan itu tetap terbawa. Sesamapai di kampung kecurigaan melihat perubahan gaya hidup pasanganpun mulai timbul. Tutur kata dan cara berpakaian menambah sejuta tanda tanya bagi pasangan. Akibatnya, kecemburuanpun muncul dan membuka pintu pertengkaran. Pertengkaran kali ini bukan sekedar pertengkaran penyedap romantika rumah tangga. Tetapi, pertengkaran yang menjadi awal karamnya bahtera rumah tangga. ( bagian pertama )
Minggu, 08 Januari 2012
Percaraian : Solusi atau Frustasi?
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar