Selasa, 25 September 2018

Pencabutan kewenangan itu, kesengajaan atau kekhilafan?
by asmu'i syarkowi

Sebagaimana diketahui Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 11 Tahun 2007 kini dicabut. Sebagai gantinya kini diundangkan PMA Nomor 19 Tahun 2018.
Apa yang istimewa dengan pencabutan PMA Nomor 11 Tahun 2007.
Pada Pasal 34 ayat (2) diatur :"Perubahan yang menyangkut biodata  suami, istri, dan wali harus berdasarkan putusan pengadilan pada wilayah yang bersangkutan".
Jika dikaitkan  dengan realitas, bahwa di Indonesia terdapat empat lembaga peradilan ( Peradilan Umum, Peradilan Agama, Peradilan Tatausaha Negara, dan Peradilan Militer ), pengadilan manakah yang mempunyai kewenangan menangani perubahan biodata tersebut?. Pertanyaan ini dijawab oleh ketentuan Pasal 1 angka 5, bahwa yang dimaksud Pengadilan adalah pengadilan agama.  atau mahkamah syar'iyyah." Jadi, tegas bukan?
Oleh karena itu sejak diberlakukan PMA Nomor 11 Tahun 2007 Pengadilan agama menerima satu nomenklatur perkara baru yaitu "perubahan biodata".
Akan tetapi sejak diundangkan PMA Nomor 19 Tahun 2018 kewenangan itu kini hanya tinggal kenangan. Pasalnya sesuai Pasal 34 ayat (1) diatur demikian :
"Pencatatan perubahan nama suami, istri, dan wali harus berdasarkan penetapan pengadilan negeri pada wilayah yang bersangkutan"
sekali lagi : "pengadilan negeri, tegas...!!!"
Oleh karena PMA tersebut mulai diundangkan sejak tanggal 27 Agustus 2018 maka sejak tanggal itu pula pengadilan agama tidak lagi berwenang menangani perkara biodata. Sebab, Pasal 45 PMA Nomor 19 Tahun 2018 menegaskan, bahwa pada saat PMA tersebut berlaku, PMA Nomor 11 Tahun 2007 tentang Pencatan Nikah dicabut, yang berarti ketantuan Pasal 34 ayat (2) yang memberikan kewenangan pengadilan agama menangani perkara biodata juga ikut dicabut.
Sebagai gantinya, semua perkara perubahan biodata harus diajukan ke pengadilan negeri berdasarkan ketentuan Pasal 34 ayat (1) PMA Nomor 19 Tahun 2018. Dengan kalimat lain dapat dikatakan : kini perkara perubahan biodata tidak lagi menjadi kompetensi absolut pengadilan agama melainkan kompetensi absolut pengadilan negeri.
Tidak masalah. Akan tetapi, pencabutan PMA Nomor 11 Tahun 2007, khususnya yang menyangkut ketantuan Pasal  34 ayat (2) masih menyisakan pertanyaan kecil. Apakah pencabutan kewenangan ini suatu kesengajaan atau kekhilafan ( seperti karena kesalahan ketik dsb)?  Mengingat UU yang dijadikan konsideran hanya UU Peradilan Agama dan bukan Peradilan Umum.
Kita bertanya rame-rame yuk....!!!
Mumpung menjelang musim kampanye Pileg dan Pilpres.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar