Minggu, 21 November 2010

Pemberantasan Korupsi Yang Korup

Sungguh memprihatinkan negeri ini. Terlalu banyak masalah yang menyesakkan dada. Dari ke hari semakin bertambah saja masalah itu. Salah satu masalah yang kini menyakitkan dan tetap berlangsung adalah cara pemberantasan korupsi. Mengapa? Bukankah korupsi harus diberantas, pelakunya harus dihukum berat karena telah mencuri uang rakyat? Bukankah dosa akibat korupsi termasuk sulit mendapatkan ampunan Tuhan?.
Jelas bukan karena tidak setuju korupsi diberantas tetapi cara pemberantasan korupsi itu yang kini terkesan ngawur. Mari kita lihat kasus pemberantasan korupsi yang ngawur itu.
Kasus gubernur Sumut, kasus Susnoduaji ketika menjabat Kapaolda Jabar, Kasus Bupati Lumajang, Kasus Bupati dan Wakil Bupati Jember sekaligus Wakilnya. Kita sepakat bahwa, dosa mereka akibat korupsi yang mereka lakukan harus dipertanggungjawabkan secara hukum sampai kapanpun. Akan tetapi, mengangkat kasus mereka ketika mereka sedang menjabat sebagai Gubernur dan Bupati dalam kasus yang sama tidak terkait dengan jabatan yang sedang diemban adalah ngawur. Di satu sisi penegak hukumnya jelas terkesan dikejar target mendapatkan kasus korupsi. Di sisi lain, jelas akan menjadi kesempatan para politisi untuk merongrong stabilitas pemerintahan, sebut saja pihak yang kalah pilkada atau kelompok masyarakat yang kontra gubernur dan bupati terpilih.
Dalam kasus seperti ini secara alamiyah muncul 2 pihak : pihak penekan dan pihak tertekan. Pihak penekan ada dua : pihak penegak hukum dan pihak lawan politik. Munculnya pihak-pihak inilah yang kemudian secara samar tapi nyata awal munculnya penegakan hukum yang korup. Pihak tertekan selaku pihak "korban" akan berusaha menyelamtkan diri. Pilkada yang ditempuh dengan susah payah dan dengan biaya milyaran pula, akan percuma jika harus berhenti oleh kasus yang sama sekali tidak terkait dengan jabatannya. Dengan berbagai cara mereka berusaha mengamankan dirinya. Pada saat yang sama para lawan politik yang berada di atas angin karena tergetnya tercapai terus menekan dan berusaha memprovokasi masa agar membenarkan tindakannya. Para penegak hukumpun akhirnya berusaha ikut menekan sang Gubernur dan Bupati yang sudah terlihat tidak berdaya. Dalam situasi seperti ini, seolah terjadi dialog : Okelah hentikan kasus saya ini dan atas kesediaan anda saya sanggup memberikan kompensasi. Atau, kasus anda akan tetap kami proses, jika anda tidak sanggup membayar kami sekian. Para politisipun tidak mau kalah. Merekapun seolah ikut melontarkan kalimat : Jika anda tidak mundur anda akan kami tekan terus lewat jalur hukum. Dialog ini hanyalah dialog imajiner, belum tentu sungguhan sekalipun belum tentu tidak benar.
Yang kita khawatirkan adalah jika memang hal itu benar. Bagaimana wajah negeri ini selanjutnya. Amanat pemberantasan korupsi yang mulia menjadi nista. Pemberantasan korupsi yang bertujuan memberikan efek jera, hanyalah menjadi alat pemuas nafsu balas dendam menuju nafsu kekuasaan pihak politisi atau nafsu keserakahan pihak penegak hokum. Negara tidak mendapatkan apa-apa rakyatpun semakin sengsara. Panggung pemberantasan korupsi menyuguhkan lakon di luar pakem yang seharusnya. Pertunjukan pemberantasan korupsi menjadi tidak enak ditonton, bahkan memuakkan.

Terlepas dari semuanya, mestinya penegakan korupsi dilakukan secara proporsional. Biarlah para pejabat Negara itu menyelesaikan tugasnya. Ini jika memang dugaan korupsi ini akibat perbuatannya di masa lampau. Kalau sedang menjabat bias diingatkan dengan mekanisme yang ada. DPRD dan masa bias terus mengingatkan gejala korupsi, bukan dihentikan ditengaha jalan. Tujuannya hanya semata demi rakyat juga. Mengapa? Pilkada yang gegap gempita itu jelas tidak gratis. Uang milyaran yang dipakai jelas uang rakyat juga sekaligius hal ini juga menghormati mayoritas rakyat pemilih.

Jika memang sebelumnya ada dugaan korupsi mestinya ketika mendaftar sebagai kandidat KPU segera menganulir sang calon. Jangan sudah lolos dan menang dihentikan. Inilah tidak menariknya lakon pemberatasan korupsi dinegeri ini. Daerah tidak setabil karena sang pemimpin dirundung kasus……



Tidak ada komentar:

Posting Komentar