Ledakan kompor gas terjadi di mana-mana. Hampir setiap hari kita menyaksikan berita TV mengenai ledakan tersebut. Korban kebakaran akibat kejadian-kejadian itu tidak saja membuat kita pilu tetapi juga ngeri. Bayangkan korban berikut : ada anak-anak, ada kakek-kakek, bahkan ada pula yang menjadi korban kebakaran akibat ledakan kompor tetangga. Kita semua tahu, endingnya sangat fatal : cacat seumur hidup, harta benda di rumah ludes atau bahkan maninggal.
Sampai saat ini kitapun bertanya, mengapa pemerintah tidak juga sirius membicarakan dampak buruk akibat kebijakan konversi dari minyak tanah ke gas ini. Seolah selama ini masyarakat hanya diiming-imingi manisnya kompor gas tanpa disertai penjelasan akibat pahitnya. Media tampaknya juga kurang menaruh perhatian. Siaran-siaran televise hanya didominasi oleh berita seputar dampak ledakan dan tidak dilanjutkan dengan upaya pencerahan kepada masyarakat. Padahal, pencerahan agar masyarakat tahu bagaimana meminimalisasi alat masak ‘canggih’ ini sangat perlu. Paling tidak untuk meminimalisasi kecelakaan. Bukankah kita semua tahu, dibalik kecanggihan sesuatu, pasti punya dampak buruk yang canggih ( baca : mengerikan ) pula. Seperti, nuklir. Nuklir adalah sumber energi yang paling efisien dan ekonomis dibanding bahan-bahan lain seperti minyak atau batu bara. Tetapi semua orang hampir tahu, bahwa kalau tidak ditangani dengan baik sumber energi yang murah tersebut akan berdampak mahal akibat kecelakaan yang terjadi. Sepeda motor adalah alat transportasi yang canggih dibanding sepeda gayung. Dengan sepeda motor, orang bisa bergerak dengan cepat kemanapun mau. Tetapi kita tahu bila sepeda motor tersebut tidak kita naiki dengan benar atau hati-hati, akan berakibat fatal. Terjatuh akibat kecelakaan motor akan berbeda dengan akibat kecelakaan sepeda gayung. Masih banyak dampak teknologi canggih yang semula membuat mimpi indah jadi kenyataan berubah menjadi mimpi buruk yang mengerikan. Termasuk kompor gas. Sekalipun semula banyak orang demo adanya kebijakan konversi dari minyak tanah ke gas, kini malah ketagihan. Hampir semua orang tahu bahwa memakai kompor gas ternyata tidak saja lebih efisien tetapi juga lebih cepat.
Persoalannya adalah bagaimana agar masyarakat yang sudah jatuh cinta dengan kompor gas ini, di satu sisi tetap mengikuti program yang menjadi kebijakan pemerintah dan di sisi lain tidak menimbulkan keresahan akibat seringnya terjadi kecelakaan gas.
Pengalaman di masyarakat menunjukkan ketika kebijakan konversi diterapkan dan dibarengi dengan droping kompor gratis secara besar-besaran ternyata tidak semua orang tahu bagaimana mengoperasikan kompor gas. Kebanyakan masyarakat antusias berebut bukan karena menyadari manfaatnya tetapi karena mereka senang menerima pemberian gratis. Mereka tidak tahu, bahwa benda yang sedang dibagi-bagi secara gratis tersebut mempunyai bahaya yang setiap saat mengancam. Maklum masyarakat kita kebanyakan memang suka berebut sesuatu yang berbau gratis tanpa memperhitungkan untung ruginya.
Setelah banyak kajadian ledakan tabung dan hamper semuanya berakibat fatal, kini masyarakatpun mulai sadar. Ternyata benda yang dulu diperbutkan dengan suka cita ternyata siap mengancam kenyamanan mereka setiap saat.
Sekali lagi, kebijakan bagi-bagi kompor tidak dibarengi dengan sosialisasi mengenai seluk beluk kompor hemat ini. Sosialisasi dimaksud misalnya mengenai hal-hal sebagai berikut :
1. Memperkenalkan beberapa komponen kompor;
2. Memberikan pengetahuan tentang pemilihan komponen yang standar;
3. Memberikan pengetahuan tentang cara perawatan komponen kompor;
4. Memberikan pengetahuan tentang cara menghidupkan/ menyalakan kompor;
5. Memberikan pengenalan tentang ciri gas bocor.
6. Memberikan pengetahuan tentang bagaimana cara menangani kebocoran gas.
7. Memberikan peringatan terhadap bahaya kompor gas.
Intinya, membuat selebaran, dalam bentuk stiker, semacam tip yang bisa ditempel di dapur tentang penggunaan kompor gas agar aman, harus segera dilakukan. Kalau tidak masyarakat tidak mustahil akan kembali ke kompor minyak tanah atau bahkan kayu bakar. Kalau yang terakhir ini dipilih bukan tidak mustahil akan mengancam lingkungan.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar