Minggu, 08 September 2013

MOBIL DAN ANAK-ANAK (Belajar dari kecelakaan si Dul)


Abdul Qadir Jailani alias Dul baru 13 tahun. Kini dia membuat berita besar. Bukan tentang kepiawaiannya bermusik atau tentang aktivitas keartisan. Tetapi tentang kecelakaan maut yang menewaskan 5 orang di jalan tol Jagorawi. Sedan mitsubisi lancer yang dikemudikannya tidak bisa dia kuasai ketika bersenggolan dengan mobil lain. Kontan saja mobilnya berpapasan dengan Grand Max karena terbang ke jalur arah yang berlawanan. Akibatnya mobil hadiah ultahnya ringsek, seluruh penumpang Grand Max-pun bergelimpangan.

Lima orang tewas seketika. Kejadian ini terjadi pada Minggu dini hari. Menurut sang ayah,Ahmad Dhani, Dul baru pulang mengantar pacarnya.
Peristiwa  tragis tersebut hanya salah satu contoh dari ribuan kasus kecelakaan yang melibatkan pengemudi atau pengendara anak-anak. Di Indonesia terlalu banyak peristiwa serupa yang sering menimbulkan korban  tidak hanya harta tetapi juga jiwa. Anak teman saya juga pernah celaka di jalan gara-gara diseruduk Bus. Anak yang baru kelas 4 SD itu bersepeda motor sekitar pukul 10 malam. Akibatnya kakinya cacat.
Di tengah gegap gempita kasus  kecelakaan demi kecelakaan tersebut kita patut bertanya, mengapa hal itu bisa terjadi. Sejumlah hipotesispun bermunculan. Akan tetapi sebenarnya paling tidak ada 2 penyebab, yaitu:

1. Karena orang tua terlalu memanjakan anak
Banyak orang tua berduit terlalu sembrono. Dia menuruti apa saja keinginan anak-anak, termasuk menyetir mobil. Mereka menuruti kemauan anak tersebut karena ingin anaknya tidak ketinggalan zaman, supaya anak terlihat maju dibanding anak-anak seusianya, atau karena faktor gengsi lainnya.Dia lupa bahwa apa yang diberikan kepada anak-anaknya tersebut bersentuhan dengan kepentingan orang lain. Bahkan, tidak jarang berakibat membahayakan tidak saja pada diri anak tetapi juga kepada orang lain.
Di sekitar kita banyak anak pejabat atau orang berduit lainnya masih sekolah SLTP menyetir mobil. Sekolah juga tidak berkutik melakukan pelarangan karena menyangkut anak pejabat atau orang berduit.

2. Karena anak tersebut memang nakal karena pengaruh lingkungan
Banyak orang tua yang kewalahan menyikapi kenakalan anaknya. Kemauan anak yang aneh-aneh terpaksa dipenuhi demi menjaga kerugian yang lebih besar, misalnya terpaksa membelikan sepeda motor karena supaya sekolah. Kalau tidak dibelikan tidak mau sekolah atau melakukan tindakan kekerasan lainnya. Orang tuaoun terpaksa harus tunduk dengan setiap keinginan-keinginan anak-anaknya. Orang tua seperti tidak sepenuhnya dipersalahkan. Mereka punya anak demikian pasti bukan karena keinginan. Usaha mendidik sejak kecil dengan nilai-nilai agama dan moralitas sepertinya harus terhapus. Oleh siapa? Tidak lain karena kesalahan pergaulan dan pengaruh lingkungan.

Mudah-mudahan hal ini segera menjadikan perhatian negara. Tentunya, sebelum terjadi korban-korban berikutnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar